
Totalitas Tanpa Batas
Totalitas
Tanpa Batas
Matahari masih enggan
tersenyum ketika saya dan teman-teman mengunjungi “Kampus Hijau”, SMAIT Al
Hikmah Blitar, tempat ia mengajar saat ini. Suasana lebaran masih terasa di
tempat itu. Kue-kue lebaran terhidang di kelas-kelas. Ada dua ruang kelas yang
masih sangat longgar karena banyak beberapa siswa/siswi yang belum datang, sebagian
besar mereka berasal dari luar kota. Ada dua ruangan lagi, satu untuk asrama
putra, satu lagi, ruang guru. Ia ada di sana bersama kedua Ustazah yang lain.
Ia adalah Ustazah Anik, begitulah kami memanggilnya dalam keseharian. Nama
lengkapnya adalah Tri Handayani, S.Pi. Seorang yang mempunyai dedikasi tinggi
untuk sekolah dan pendidikan, utamanya untuk SIT. Perjuangan beliau untuk SIT
patut dijadikan teladan untuk para guru yang lain.
Berawal
dari magang di TK Hidayatullah Blitar
Lahir dari keluarga guru, menjadikan
Ustazah Anik menyenangi dunia pendidikan sejak kecil. Khususnya, pendidikan
Islam. Meskipun saat kuliah ia mengambil Jurusan Perikanan Unibraw, namun itu semua
tidak menyurutkan langkahnya untuk menekuni dunia pendidikan. Ustazah yang
lahir pada tanggal 21 Januari 1974 ini selepas kuliah justru mengambil magang
di TK Hidayatullah Blitar. Untuk apa?
Jauh
sebelum LPIT Al Hikmah yang sekarang berkembang, dari PPAIT sampai SMAIT, pada
awalnya adalah sebuah TPQ (Taman Pendidikan Alquran). TPQ Al Hikmah berkembang
pesat. Siswanya cukup banyak, namun sayang pendidikan yang diajarkan di sana
hanya sore hari saja. Sedangkan untuk sekolah umum, para santri masih menempuh
di Sekolah Dasar terdekat. Hal itulah yang menjadi gelisahan para pengajar TPQ
Al Hikmah saat itu. Mereka menginginkan para santri menempuh pendidikan Islam
yang utuh. Kegelisahan yang kedua adalah adanya perasaan eman, ketika pagi, ruang kelas TPQ tidak termanfaatkan. Akhirnya,
para pengajar TPQ Al Hikmah meminta Ustazah Anik untuk bersama-sama mendirikan
Paud Al Hikmah. Berdasarkan hal itu, Ustazah Anik dikirim ke TK Hidayatullah
Blitar untuk magang di sana. Menimba ilmu sebagai bekal pendirian Paud Al
Hikmah.
Berawal
dari magang itulah kecintaan Ustazah Anik semakin bertambah terhadap dunia
pendidikan dan anak-anak. Berbekal dari magang itulah Paud Al Hikmah terbentuk,
dan Ustazah Anik-lah yang membidani lahirnya Paud Al Hikmah tersebut. Paud Al
Hikmah inilah yang merupakan cikal bakal lahirnya PPAIT, SDIT, SMPIT, dan SMAIT
Al Hikmah saat ini.
Pribadinya
yang bersahaja dan dan kata-katanya yang komunikatif, membuat semua orang yang
berbicara dengannya selalu nyaman dan nyambung.
Perkataan dan ucapannya selalu bisa menembus ke semua kalangan. Itulah juga
modal utama ketika awal-awal berdirinya Paud Al Hikmah, yang mana ia harus
mencari dan meyakinkan calon wali murid untuk mendaftarkan putra/putrinya di
Paud Al Hikmah.
Pada
awal merintis Paud Al Hikmah, ia harus door
to door menawarkan Paud Al Hikmah ke para calon wali murid. Alhamdulillah,
berkat rintisan awal itulah sekarang LPIT Al Hikmah Blitar memiliki hampir 1000
siswa/siswi mulai dari PPAIT—SMAIT .
Totalitas
seorang guru
Berbicaa tentang Ustazah Anik tidak akan
pernah ada habisnya. Semangatnya ketika mengajar pun juga tidak ada habisnya.
Ketika ditanya, apa resep yang menjadikannya begitu semangat mengajar? Beliau
hanya menjawab satu kata “senang”. Ya, ia sangat senang bahkan mencintai
pekerjaannya menjadi seorang guru.
Dilihat
dari pendidikan terakhirnya pun, sebenarnya sangat memungkinkan Ustazah Anik
mengambil pekerjaan lain, apalagi jika ikut PNS. Namun, tidak pernah terpikir
sekalipun pada dirinya untuk mengikuti tes PNS. Ia tetap mantap berkiprah di
jalur pendidikan SIT meskipun gajinya kecil.
Hal
lain yang mendasari ia tetap di SIT adalah idealismenya sama dengan tujuan SIT
didirikan, yaitu membentuk generasi yang memiliki 10 muwasofat tarbiyah. Oleh
karena itu, ia tetap semangat di SIT. Bahkan, di saat keadaan yang sulit ia
alami.
Waktu
itu tahun ketujuh ia berada di unit SDIT Al Hikmah, tahun ketiga ia mengemban
amanah sebagai Kepala Sekolah SDIT Al Hikmah Bence. Tiba-tiba datang kabar
bahwa Ustazah Anik dirawat di rumah sakit karena perdarahan. Saat itu ia memang
tengah mengandung putra keempat. Para guru di unit SD kaget mendengar berita
itu karena Ustazah Anik terkenal dengan seorang yang rajin. Tidak pernah absen
mengajar meski dalam keadaan sakit. Jika ia sudah harus opname, berarti itu
sudah sangat parah. Benar saja, ia harus istirahat total di rumah sakit, selama
seminggu. Jika tidak, maka akan membahayakan ibu maupun janinnya.
Ternyata, sebelum
opname ia sudah rawat jalan untuk mengatasi kondisinya itu. Lebih parahnya,
semua guru tidak ada yang tahu jika sudah beberapa bulan ia mengalami perdarahan
itu. Ia pandai sekali menyembunyikan rasa sakit.
Prinsip
beliau adalah hal yang sudah menjadi amanahnya, harus ia tuntaskan. Kepala
sekolah adalah amanah, menjadi seorang ibu juga amanah. Alhamdulillah, akhirnya ibu dan bayinya selamat sampai waktu
kelahiran tiba. Kecintaan pada mengajar, dunia pendidikan, pada SIT itulah yang
mengalahkan rasa sakit saat perdarahan.
Saat
ini, ia mendapat amanah sebagai Wakil Kepala Sekolah SMAIT. Ia dan tim pendiri
SMAIT telah berjuang atas lahirnya SMAIT di Al Hikmah Blitar. Dorongan untuk
membuat SMAIT sebenarnya sudah lama, sejak angkatan pertama SMPIT Al Hikmah
Blitar lulus. Akhirnya, dengan dukungan wali murid, Dinas Pendidikan Kabupaten
Blitar, dan seluruh tim pendiri SMAIT, berdirilah SMAIT yang telah lama
dirindukan.
Ustazah
Aniklah yang seharusnya menjadi kepala sekolah berdasar pengalaman dan kompetensi
yang dimiliki beliau. Namun, karena di SMAIT itu butuh figur (untuk para siswa
dan masyarakat umum), beliau akhirnya diamanahi waka kurikulum.
Memaksimalkan
diri, itulah kunci beliau ketika mendapat amanah apapun. Kami menyebutnya
totalitas tanpa batas. Mengapa harus total? Menurutnya, sebagai manusia kita
memang wajib ikhtiar maksimal, secara total. Barulah memasrahkan diri, tawakal
kepada Allah Swt. Bila pun tidak sesuai dengan apa yang diharapkan itu adalah
takdir. Berarti itu jalan yang terbaik dari Allah Swt.
Seorang
ibu dan muslimah yang tangguh
Meski kiprahnya di sekolah tidak dapat
diragukan lagi, namun kiprahnya di rumah juga pantas diacungi dua jempol.
Sukses di pendidikan, sukses juga di rumah tangga. Ia adalah seorang ibu yang
hebat bagi putra-putrinya. Seorang ibu yang penuh kasih sayang, disiplin, dan
telaten dalam mendidik putra-putrinya. Apalagi soal urusan dapur, ia adalah chef yang handal bagi keluarganya.
Masa-masa
sulit juga ia alami ketika harus ditinggalkan suami tercinta untuk berkerja di
pulau seberang, Madura. Setelah menikah dan dikaruniai dua putra/putri, ia
harus merelakan suami tercinta untuk ditempatkan sebagai guru di Madura. Tak
tanggung-tanggung, selama 14 tahun ia menjalani long distance relationship dengan suaminya. Ketika perdarahan itu pun, suami tidak ada di rumah.
Namun,
lagi-lagi karena amanahlah, ia tetap bertahan. Amanah sebagai guru dan
pendidik, amanah sebagai seorang ibu, dan amanah sebagai seorang istri.
Awal-awal tahun masih terasa ringan karena dibantu oleh ibu, namun dua tahun
kemudian pindah rumah dan hanya ia dan kedua putra/putrinya yang menemani
kesehariannya. Suaminya biasanya pulang ke rumah dua minggu atau sebulan
sekali. Apakah putra/putrinya terlewatkan perkembangannya? Tidak. Justru dengan
keadaan yang demikian membuat putra/putrinya tumbuh dan berkembang menjadi
sosok yang mandiri.
Menjadi
single parent dan seorang pendidik
tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang muslimah. Di tengah kesibukannya,
ia masih memegang dua kelompok halaqoh.
Bahkan, ia juga pernah menjadi calon legislatif untuk daerah pemilihan
Kecamatan Garum.
Yuk!
Semoga kita mampu memaksimalkan diri kita, mengoptimalkan kemampuan kita dengan
disiplin, kerja keras, dan ibadah yang kuat. Seperti motto hidup Ustazah Anik,
hidup sekali harus bermanfaat! Tidak hanya untuk diri sendiri dan keluarga,
namun juga untuk ummat manusia, untuk merancang peradaban yang lebih indah.
Untuk mempersiapkan generasi yang rabbani,
karena kepada merekalah kita menitipkan masa depan Indonesia, masa depan dunia.
Penulis: Zeri Mei Anawati, S.Pd, guru kelas VI SDIT Al Hikmah Bence Blitar